GUNUNGKIDUL (KRjogja.com) - Gua Jomblang atau Luweng
Grubeg layak dikunjungi petualang yang suka menyusuri gua (caver) karena
satu-satunya gua dengan pintu masuk cahaya atau dikenal dengan cahaya
surga. Tak usah disangsikan keindahannya sehingga menjadi buah bibir
para petualang.
Gua Jomblang merupakan gua vertikal yang memang
sangat dilindungi dan bukan sembarang orang bisa mengunjunginya.Gua
Jomblang terletak di Jetis Wetan, Panjangrejo, Semanu, Gunungkidul.
Lokasi gua ini berjarak 10 km dari Alun-alun Wonosari selama 60 menit
atau sekitar 60 km dari Kota Yogyakarta selama 1,5 jam.
Pemilik
Jomblang Resort, Cahyo Alkantana mengatakan awal mulanya dirinya
tertarik untuk mengelola Jomblang sebagai ekowisata karena
keprihatinannya terhadap kerusakan lingkungan di Gunungkidul. Kawasan
karst ini sejak dahulu sudah di tambang hingga di sekitar gua-gua
sehingga sangat rawan, bahkan ditakutkan rusak dan runtuh gua-gua yang
memiliki potensi wisata.
"Saya prihatin pada saat mengenal Gua
Jomblang pertama ar tahun 1995 banyak pohon-pohon besar ditebang untuk
bahan bakar karenaharga minyak tanah mahal. Warga di kawasan tersebut
membutuhkan bahan bakar yang murah pengganti minyak karena alasan
perekonomian mereka yang cukup parah," paparnya, Minggu (27/5).
Padahal, kata Cahyo kawasan itu memiliki pesona dari sinar over of
ligth atau sering disebut wisatawan sebagai cahaya surga yang hanya ada
satu didunia dan sangat cantik sekali. Guna melindungi sekaligus memberi
penghidupan masyarakat sekitar tanpa merusak lingkungan, maka konsep
ekowisata dipilihnya. "Gua Jomblang akan menjadi ekowisata bukan wisata
masal atau mass tourism. Nantinya, akan berwawasan lingkungan dengan
mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya
ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan,"
katanya.
Karena itu, tantangan yang dihadapi adalah melakukan
konservasi dan membangun fasilitas pendukung agar wisatawan nyaman dan
menimkati wisata ini. "Saya harus membuat agar wisatawan dapat menuruni
tebing dan menyusuri gua dengan mudah agar semua orang bisa menikmati
dari anak-anak hingga yang berusia lanjut. Wisata yang nyaman dengan
pendekatan adventurenya harus ada satu paket yang tentunya tidak mudah
dikemas," tuturnya.
Pengelola sekaligus
instruktur Gua Jomblang, Kurniawan Adhi Wibowo menambahkan mayoritas
wisatawan domestik dan mancanegara ingin meneliti termasuk mendalami
karakteristik gua. Selain itu, mempelajari kehidupan hayati dan hewani
di dalamnya yang cukup beragam Sebelum melihat lebih dekat ke gua,
penjelajah biasanya istirahat dulu di Jomblang Resort yang awalnya
dibangun untuk para peneliti. Tapi sekarang, bisa memanfaatkan resort
yang tersedia.
"Masyarakat setempat menyebutnya Luweng
Jomblang. Gua vertikal bertipe collapse doline ini terbentuk akibat
proses geologi amblesnya tanah beserta vegetasi di atasnya ke dasar
bumi yang terjadi ribuan tahun lalu," ujar pemuda yang akrab disapa
Pithik ini.
Pithik menceritakan runtuhan tersebut membentuk
sinkhole atau sumuran yang dalam bahasa Jawa disebut Luweng. Karena itu,
mulut gua berdiameter 50 meter itu sering disebut dengan nama Luweng
Jomblang. Bahkan berupa gua vertikal, para caver harus melalui tahap
yang paling mendebarkan. Di sinilah dibutuhkan keberanian, karena untuk
masuk gua harus mampu teknik tali tunggal atau single rope technique
(SRT). "Bagi para wisatawan dan caver di sini wajib gunakan peralatan
khusus SRT set yang terdiri dari seat harness, chest harness, ascender,
auto descender, footloop, dan lainnya. Untuk pelengkap ada coverall,
sepatu boot, dan headlamp,” imbuhnya.
Sebelum menuruni tebing,
Pithik terlebih dahulu menjelaskan mengenai sekelumit Gua Jomblang dan
peraturan yang harus ditaati caver demi keselamatan dan keamanan. Di
bawah instruksinya setelah para caver memakai peratalan standar SRT set,
satu persatu caver turun ke dasar gua dengan total kedalaman 80 meter.
Ada tiga jalur yang bisa dilalui, yakni VIP dengan kedalaman 15 meter,
standar dengan kedalaman 60 meter dan ekstrim dengan kedalaman 80
meter."Bagi pemula, biasanya gunakan jalur VIP meski bisa juga melalui
jalur standar. Di jalur standar ini, caver akan mendarat tepat di hutan
purba yang ada di dasar gua. Hutan inilah yang membedakan Luweng
Jomblang dengan gua lainnya dan wisata di sini disebut juga ekowisata,"
jelasnya
Tepat di dasar Luweng Jomblang terhampar gua
horizontal yang cukup lebar. Ini adalah pintu masuk menuju Gua atau
Luweng Grubug yang berjarak sekitar 300 meter dari dasar Luweng
Jomblang. Berjalan di lorong kegelapan sekitar 10 menit, para penelusur
akan langsung menemui sebuah fenomena alam yang yang sangat mengagumkan.
Di dasar Luweng Grubug terdapat dua buah stalagmit besar berwarna hijau
kecoklatan.
Apabila penjelajah dapat mencapai dasar Grubug
pada pukul 12.00-13.00 WIB, pemandangan sinar matahari yang menerobos
kegelapan gua akan begitu menakjubkan yang disebut Cahaya Surga. Bagi
wisatawan yang ini mencoba menyusuri Gua Jomblang dikenakan tarif
sebesar Rp 450 ribu per orang sudah termasuk full fasilitas dan makan
siang. Bagi yang ingin bermalam di resort, tinggal menambah Rp
350.000/orang. "Jomblang Resort idak setiap hari melayani wisatawan. Di
akhir pekan pun tidak selalu ada pengunjung dan kalaupun ada berkisar
3-4 orang. Kami berkewajiban menjaga kelestarian gua ini beserta hutan
purbanya maka tidak banyak wisatawan tidak menjadi masalah," imbuh
Pithik.
Mengenai pembatasan jumlah wisatawan yang masuk
sebanyak 25 orang per sekali cave tubing secara bersamaan di Gua
Jomblang, Cahyo mengatakan angka ini didapatkan berdasarkan daya dukung
gua dengan menggunakan pendekatan menghitung jumlah orang yang
diperbolehkan masuk dalam gua tersebut. Pasalnya pembatasan ini
dilakukan agar ekosistem di gua tersebut cepat pulih. Jomblang dapat
menjadi salah satu wisata petualangan ekotourism denga menawarkakan
Jomblang Cave untuk susur gua (caving), Jomblang Wall untuk panjat
tebing (climbing) dan Jomblang Lake pada tahun 2013.
(Fir)